Wednesday, June 2, 2010

The Greatest Adventure; Zombie Attack

Cerita ini gue bikin dari kelas 8, awalnya gue tulis di buku tulis yang gede dan udah full satu buku, tapi masih belum selesai dan belum sempurna.

Ceritanya tentang 6 sahabat yang harus pergi ke sebuah pulau untuk menyelamatkan kota mereka yang terkontaminasi suatu zat yang menyebabkan hampir seluruh penduduk kota menjadi zombie. Yak pastinya perjalanan ke pulau itu gak berjalan dengan mulus. Mereka akan berhadapan dengan para zombie, bertemu dengan Prf. Doom yang adalah iblis dari semua ini, nanti di pulau tempat tujuan mereka juga akan bertemu dengan Edward Taddlock, anak dari penjaga Observatorium White Palace.

Nah ini cerita di chapter 1 yang udah gue ubah segala macem lah, chapter ini juga belum selesai sepenuhnya, so, if you want more, just left a comment, okay?

Hope you like my story, enjoy!



I. PERTANDA BURUK


Shav melangkah cepat melawati rumah-rumah di sepanjang kota kecil bernama Densteen. Angin yang tak wajar di bulan Juni ini membuat Shav berlari 4 blok sampai ke rumah Jam. Jam yang sudah melihatnya dari jendela ruang tamu segera membuka kan pintu untuknya.

“Ya ampun, mengerikan sekali di luar sana.”, kata Jam setelah ia menutup pintu.

“Yeah, seperti akan terjadi sesuatu yang mengerikan.”, Shav menggigil karena udara dingin di luar sana.

“Ah sudahlah mungkin hanya mau hujan, ayo segera ke dalam.”, sahut Jam.

Mereka berdua melangkah memasuki dapur keluarga Lionel yang selalu hangat dan dipenuhi makanan, rupanya semua sudah berkumpul disana, sudah lengkap semua; Emmy, Fay, Lou dan Rick. Mereka berjanji berkumpul dirumah Jam pukul 4 sore dan sekarang sudah lengkap semua, tak ada yang terlambat. Biasanya Lou selalu datang terakhir dan paling berisik jika mereka sudah bersama, tapi kali ini Lou datang mendahului Shav dan sepertinya ia agak gugup hingga tidak mengeluarkan sepatah kata pun saat Shav memasuki ruangan, namun Shav tidak mau memikirkannya lagi.

“Aku ingin cepat-cepat pergi ke Camp musim panas kita. Suasana di kota ini agak aneh, benar kan?”, tanya Shav yang masih berdiri di ambang pintu.

Tak ada satu pun dari mereka yang merespon Shav. Ini membuat Shav semakin bingung.

“Kalian kenapa?”, Shav menatap sahabatnya satu per satu.

Fay mengangkat kepalanya yang sedari tadi tertunduk.

Tatapan matanya beradu dengan Shav.

“Ada apa ini Fay?”, tanya Shav lagi.

Fay menatap sekelilingnya, seperti bertukar pikiran dengan yang lainnya. Akhirnya Fay memandang Jam penuh harap. Seperti bisa membaca pikiran Fay, Jam mulai berbicara mewakili ketiga sahabatnya.

“Shav…”, kata Jam dengan suara yang agak lembut.

Hal ini juga membuat Shav memutar otak. Jam, Jamie Divone Lionel, gadis yang paling anti hal-hal yang bersifat feminim ini megucapkan kata-katanya dengan nada yang lembut? Sebenarnya ada apa ini?

“Berjanji lah kau tak akan marah pada kami!”,

“Oke aku berjanji, nah sekarang ceritakan apa yang terjadi pada kalian!”,

Jam kembali menatap empat orang yang duduk di meja makan dan kembali berbicara dengan Shav.

“Kami… kami tidak bisa… ke…”,

“Ke Camp?”, sela Shav.

Kepala mereka tertunduk, tak ada yang berani menetap Shav.

“Kenapa?”, tanya Shav makin bingung.

“Nilai matematika dan bahasa ku jelek Shav. Aku mendapat surat untuk ikut kelas musim panas.”, Lou menatap Shav dengan penuh sesal.

“Jadi… kalian semua harus ikut kelas musim panas?”,

Semua mengangguk kan kepala.

“Kami tau kau sudah ikut berusaha membantu kami belajar, tapi masih ada beberapa nilai kami yang kurang. Maafkan kami Shav.”, kata Emmy.

“Tahun ini kita batal lagi pergi Camp bersama. Padahal kau sudah membantu kami sebisa mungkin.”, Lou kembali menundukkan kepalanya.

Shav menghela nafas lega.

“Syukurlah…”, kata Shav.

“Apa?”, tanya mereka berlima serempak.

Shav tersenyum dan berkata,

“Aku kira kalian kenapa. Ternyata hanya masalah ini? Memang kalian mengira aku akan marah pada kalian?”,

“Yeah, karena ini sudah ketiga kalinya kita membatalkan acara seperti ini.”, jawab Fay agak kaku.

“Mana mungkin aku marah pada kalian! Kalian kan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tes kemarin. Aku malah bangga nilai-nilai kalian mulai membaik, tapi mungkin ada beberapa mata pelajaran yang harus lebih kalian pahami.”,

“Terima kasih, Shav.”, kata Jam.

“Hey sudah lah, aku mulai kesal kau berbicara dengan manis begitu.”.

Mereka tertawa mendengar kata-kata Shav.

Suasana di dapur itu kembali ceria seperti biasanya.

Jam mulai menyalakan pemanas ruangan karena udara di ruangan itu mulai dingin.

Emmy membuatkan coklat panas untuk mereka semua.

Selama tiga jam mereka saling bercerita dan bercanda, jam digital di dapur itu pun sudah menunjuk kan pukul 7 malam, suara mobil orang tua Jam juga terdengar memasuki garasi.

“Sepertinya aku sudah harus pulang.”, kata Emmy menghentikan keheningan yang terjadi saat kedua orang tua Jam memasuki dapur.

“Aku berjanji pada Mom akan pulang pukul setengah delapan.”, Emmy beranjak dari tempat duduknya, menuju pintu depan.

“Mom akan menjemput ku jam 8.”, kata Shav.

“Aku juga akan pulang. Tak baik bila Emmy pulang sendirian.”, Rick menegak habis isi cangkirnya,

“Byee…”, katanya sebelum meniggalkan ruangan.

Setelah Emmy dan Rick pulang, keheningan terjadi lagi di antara Shav, Fay dan Jam.

Jam bangkit dari tempat duduknya,

“Sebaiknya kita pindah ke ruang keluarga.”.

Jam segera mengambil posisi di sofa dan menyalakan televisi, di ikuti kedua sahabatnya.

“Jam, Shav, apa kau merasa malam ini lebih mencekam dari biasanya?”, tanya Fay secara tiba-tiba.

“Maksud mu? Lebih mendung?”, jawab Jam bingung.

“Aku juga merasa malam ini agak aneh, bahkan aku merasakannya dari tadi sore. Seperti…”, Shav menghentikan kata-katanya.

“… seperti ada sesuatu yang akan datang. Sesuatu yang banyak…”.

Jam bergidik,

“Sudah jangan mengada-ngada Shav.”.

“Ya, aku juga tidak tau. Mungkin hanya perasaan ku saja.”.

Suasana kembali sunyi, hanya terdengar suara nyanyian sumbang yang berasal dari televisi.

Lima menit berlalu dan terdengar suara klakson mobil ibu Shav.

“Baiklah, aku pulang dulu. Fay?”,

Fay tersadar dari lamunannya.

“Kau tidak pulang?”, kata Shav lagi.

“Oke, aku juga pulang. Sampai besok Jam!”.

Jam hanya melambaikan tangan pada mereka dari tempat duduknya, ia masih memikirkan kata-kata Shav.

Shav berniat untuk mengantarkan Fay pulang, namun Fay menolaknya karena arah rumah mereka berlawanan.

Begitu sampai dirumah. Shav kembali berpikir. Kenapa ia berkata seperti itu kepada Jam dan Fay? Seperti ia tau akan ada hal buruk yang terjadi. Ia tak mau membuat Jam resah. Shav hanya bisa berdoa, semoga tak akan ada hal buruk yang terjadi hari ini, esok dan seterusnya. Baik Jam mau pun Fay juga tidak mau memikirkan kata-kata Shav.

Dimalam yang sama, saat seluruh penduduk kota terlelap, kabut misterius mulai menyebar ke seluruh kota. Dan siapa yang tau? Kabut ini menyebab kan perubahan pada hampir seluruh penduduk kota.



No comments:

Post a Comment

English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


this widget by www.bloggerarticle.com